Senin, 03 November 2014

Siapa Aku?



Sulit kiranya dapat ditepis bahwa tak sedikit manusia sadar akan siapa dirinya, sehingga ia lupa bahwa dalam dirinya ada/memiliki sebuah eksistensi yang akan dibangun dengan melaui kehendak. Pun juga sulit ditepis oleh manusia bahwa dalam dirinya ada sebuah nilai-nilai yang akan membawanya pada sebuah eksistensi(nya) tanpa melalui nilai-nilai dari luar. Namun semua itu akan terbangun yaitu hanya dengan satu keseriusan dalam “kehendak” untuk menuju sebuah jawaban dari pertanyaan siapa aku?.
Pertanyaan siapa aku merupakan sebuah kajian/pencarian filosofis dimana pencarian ini tidaklah bermain-main, melainkan sebuah kajian dengan nalar universal, radikal, sistematis dan komperensip. Sebuah pencarian tentang “siapa aku”, disini perlu ditekankan pada ke”Aku”-annya dalam pencarian dengan melalui pendekatan filosofis. Dengan melalui penyadaran akan diri untuk menciptakan diri pribadi, juga dengan melepaskan diri atau “Aku” dari orang lain untuk menemukan “Aku”.
Dalam pencarian “Aku” dimana dengan melepaskan “Aku” dari orang lain sudah menunjukkan sebuah pencarian awal dalam mencari “Aku” ditengah aku-aku yang lain. Pelepasan ini memang memiliki sebuah resiko yang akan mengantarkan pada konsekwensi yaitu derita yang akan diterima pertama adalah teralienasi dari keramaian. Maka benih yang harus ditanam disini adalah “Aku harus... bukan “Kamu harus... ini adalah sebuah langkah proses, proses mencari Aku dalam diri. “Aku bukanlah Aku, melainkan Aku berproses untuk menjadi “Aku”.
Langkah kedua dalam pencarian “Aku” dalam “Aku” haruslah dengan cara, pertama, Mengatasi status kebinatangan. Kedua, Mengatur naluri-naluri hidup. Yang terpenting ketiga, adalah Menjadi tuan atas naluri atau pribadi.
Jika manusia sudah memulai perjalanan dalam pencarian “Aku-nya dengan menjadi tuan atas dirinya, maka langkah terakhir adalah “berani berkata ia pada hidup yang penuh dengan chaos ini”. Dengan begitu maka manusia yang memang dalam dirinya tercipta dengan mempunyai eksistensi pencarian “Aku” sudah dapat ditemukan, dan inilah yang disebut oleh Nietzsche dengan Ubermensch.
“Aku” disini adalah Aku yang ditemukan dengan melalui pencerahan, atau dapat dicapai dengan Aku mencari Aku dengan proses pencerahan. Jika mengakar pada apa yang disebut Ubermensch oleh Nietzsche adalah Ubermensch yang ditemukan atau ditemukan dengan tiga bangunan yang ada dalam diri yaitu, cerdas, kuat dan berani. Aku yang dicari dan akhirnya dicapai ini bukanlah “Aku” yang immoral, tak tahu aturan dan liar atau seperti orang Barbar, walaupun ia adalah manusia yang menciptakan nilai-nilai. Melainkan Aku yang dicapai dapat mengafirmasikan hidup tanpa menolak sedikitpun.
Bazgasht beh khishtan
(kembali pada diri sendiri)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar