Sabtu, 27 September 2014

Sadar Yang Tidak Disadari



Banyak sekali perubahan yang terjadi tanpa Ku sadari, walaupun semua itu tak lepas dari penaruh lingkungan yang membuat mereka-mereka merasakan kesadaran palsu. Sehingga tak salah jika Sigmund Freud mengatakan bahwa perilaku manusia berada dalam dua posisi yaitu kesadaran dan ketidaksadaran. Sikap berubah melambangkan proses sesuatu yang dialalui oleh gerak. Perubahan yang terjadi membuat manusia berada dalam tahap maju, namun ada perhatian besar disini bahwa manusia tak selamanya menuju pada makna yang dapat dicerna dan diterima orang lain. Sebuah contoh perubahan terhadap sikap individu sehingga menjadi ciri khas dirinya. Apakah sebuah sikap ini salah? Tiada kata salah jika itu masih berada dalam pilihan pribadi, karena sebuah pilihan haruslah ada pertanggung jawaban atau konsekwensi yang akan dia dapati.

Benarkah Tuhan Jujur ?




Benarkah ada yang tidak kita ketahui tentang manipulasi yang diperbuat oleh Tuhan? Saya kira ada, jika kita mengkaji tentang turunnya para wahyu-wahyu yang turun dengan latar belang atau melihat konteks masyarakat. Dimana wahyu adalah ajaran tuhan yang sesuai dengan kondisi siapa yang akan mengenyamnya. Begitulah bagi ia yang mengimaninya. Jika memang begitu, apakah wahyu cocok dengan realita dimana wahyu itu tidak turun diluar konteks wahyu itu diturunkan. Contohnya, wahyu turun di Amerika, otomatis jika mengacu pada penjelasan diatas apakah wahyu yang turun di amerika itu cocok dengan konteks yang ada di Australia? Pastinya butuh interpretasi yang sangat mendalam. Dan jika wahyu itu dikontekskan kepada kondisi sosial dimana wahyu itu tidak turun disana, bukankah ini suatu pemaksaan atas wahyu terhadap realita yang ada. Memang, Emile Durkheim pernah menegaskan bahwa suatu masyarakat tidak akan dapat lepas dari ajaran-ajaran yang terkandung dalam agama, walaupun suatu masyarakat itu tidak memeluk suatu agama. Pernyataan Emile Durkheim itu riel, akan tetapi tidak semua tindakan masyarakat itu seiring dengan agama. Lantas dimana letak ketidakjujuran tuhan terhadap manusia?
Tipologi yang sangat mendasar adalah suatu gambaran tentang surga. Surge telah dikatakan indah yang tiada tandingannya. Betulkah begitu? Jika ia, pembuktian apa kiranya yang dapat dicerna sehingga kata indah pada surge benar-benar objektif. Namun, kenyataannya tidak ada, tidak ada yang merasakan bahwa surge itu adalah riil keberadaannya dan indah sekali keberadaannya. Kita tahu, surga yang diinfomakan kepada manusia dengan berstempel indah bukankah ini sebuah pancingan yang diupayakan tuhan agar manusia mau terhdap perintah-perintah yang telah diturunkan. Juga, yang tidak dapat dilepaskan atau antonym dari surga adalah neraka. Diamana berita tentangnya adalah tempat yang penuh dengan siksa dan derita. Apakah dalam otak manusia tidak pernah terpikirkan kalau ini juga upaya tuhan agar manusia tertarik dengan ajarannya. Tipologi kedua ketidak jujuran tuhan terhadap manusia adalah tentang kabar bagus, indah, penuh nikmat itu dikabarkan kepada suatu masyarakat dimana notabene masyarakat itu tidak memiliki apa-apa yang telah diberitakan tersebut.

“Siapa yang bingung, dia yang berpikir. Siapa yang menerima tanpa bingung, dia terkunci akalnya”
11 Agustus 2014

Manusia vs Tuhan




Dengan keterbatasan alami manusia, kita sadar bahwa ilmu pengetahuan bukan segala-galanya; ia hanya serpihan-serpihan kecil dan memang ilmu pengetahuan tidak pernah lengkap. Yang bisa kita lakukan adalah merangkai serpihan yang terserak aebagai tambahan untuk membuat mereka menjadi satu kessatuan sebagai sebuah sistem.
Cukup dikatakan bahwa umat manusia hingga detik ini, sebagian besarnya adalah peribadatan terhadap berhala, mulai dari berhala primitive yang terbuat dari tanah liat dan kayu hingga berhala modern berupa Negara, pemimpin, produksi dan konsumsi yang dikuduskan layaknya Tuhan.
Manusia bisa menantang Tuhan, sebagaimana Tuhan bisa menentang manusia, karena diatas keduanya ada prinsip dan norma. Seperti akan kita lihat, semakin manusia terbuka, akan semakin membebaskan dirinya dari keunggulan Tuhan, dan dia semakin menjadi Tuhan. Kekuasaan mutlak Tuhan di imbangi ole ide bahwa manusia adalah saingan tuhan yang potential.
Manusia bisa menjadi Tuhan hanya jika dia bisa makan dari pohon pengetahuan dan buah dari pohon kehidupan.
Ø  Buah dari pohon pengetahuan memberi manusia kebijaksanaan Tuhan.
Ø  Buah dari pohon kehidupan bisa memberi kekekalan.
Ketika Maimonides mendiskusikan konsep ketuhanan kepada orang yang tidak berpikiran sederhana, dia menyimpulkan bahwa “anda harus memahami bahwa tuhan tidak mempunyai sifat pokok dalam bentuk apapun atau dalam rasa apapun, dan penolakan pada kemiripan menyebabkan bahwa Tuhan adalah satu.
Untuk mengetahui apa itu Tuhan kita harus tahu dulu apa saja yang bukan Tuhan. Tuhan, sebagai nilai dan tujuan terluhur, bukanlah manusia, Negara, lembaga dan alam. Pengakuan “mencintai Tuhan”, “mengikuti Tuhan” dan “saya ingin menjadi seperti Tuhan”- merupakan arti dari “tidak mencintai, mengikuti atau meniru berhala”.