Minggu, 18 Januari 2015

Serpihan Sophie's World


Sejak 1787, filosof pencerahan Condorcet menerbitkan sebuah risalah mengenai hak kaum wanita. Dia berpendapat bahwa kaum wanita mempunyai hak alamiah yang sama dengan kaum pria. Pada revolusi 1789, kaum wanita sangat aktif dalam pertempuran melawan rezim feodal yang lama. Misalnya kaum wanitalah yang memimpin demonstrasi-demonstrasi yang memaksa raja keluar dari istananya di Versailles. Kelompok-kelompok wanita dibentuk di Paris. Selain tuntunan akan hak politik yang sama dengan kaum pria mereka juga menuntut perubahan dalam hukum perkawinan dan dalam kondisi sosial kaum wanita.
Salah seorang yang berjuang paling gigih seperti demi membela hak asasi kaum wanita selama revolusi Prancis adalah Olympe de Gouges. Pada 1791— dua tahun setelah revolusi wanita itu menerbitkan sebuah deklarasi hak asasi kaum wanita, deklarasi hak asasi warga negara tidak memasukkan satu artikel pun mengenai hak alamiah kaum wanita Olympe de Gouges menuntut seluruh hak yang sama bagi kaum wanita sebagaimana yang diberikan kepada kaum pria.
            Yang terjadi adalah kepalanya dipenggal pada 1793, dan seluruh aktivitas politik bagi kaum wanita dilarang.

Di Pagi Hari

Saat mata terbuka, jam menunjukkan 04:40. Aku bergegas ke kamar mandi membasuh muka dan berwudlu' namun sempat putus asa. Tiada sarung yang suci untuk melaksanakan sholat subuh, ku cari kemana-mana namun tak ketemu jua, hingga akhirnya Ku angkat salah satu baju seorang teman akhirnya tersingkap sarung berwarna biru milikku yang seharian Ku cari-cari. Bergegaslah Aku laksanakan sembah sujud pada sang Ilahi rabbi.
seusai sholat, Ku buka buku yang tergapar dilantai dan saat itu pula ada ajakan dari salah satu senior untuk ke warung kopi. Padahal, dompet tak ada isi. Namun aku hanya bermodalkan ya aku ikut saja. hahahaha

“Ini dan Itu”


Mengapa ada “ini dan itu” ?
Tidak dapat di pungkiri sudah keberadaannya, yeah begitulah ia tetap ada. Ada selayaknya manusia itu ada dan adanya ia bersamaan dengan adanya manusia. “ini dan itu” memang persoalan yang sangat sepele dan bahkan kita tidak pernah berpikir untuk merenungi dan menghayatinya, namun tanpanya serasa masakan yang tak ada bumbunya.
“ini dan itu”, bagi saya adalah sesuatu yang sangat berguna dan berharga bagi manusia, maka manusia tidak boleh membencinya apalagi dihilangkan dari dunia ini. Tentu saja tidak akan bisa dan sampai kapan pun. Coba kita hayati dan renungi sejenak ketika manusia tidak dapat menamakan atau menyebut suatu benda yang ada di sekitarnya, pasti dan otomatis ia akan menyebut sesuatu tersebut dengan “ini atau itu”. Ia atau tidak, silahkan di pikir sendiri.
Dari dulu sejak zaman nenek moyang kita sampai dewasa ini “ini dan itu” tidak pernah lepas dan tidak pernah hilang. “ini dan itu” akan lepas dan hilang ketika manusia melakukan sebuah interpretasi dan konstruk terhadap sesuatu yang ada di sekelilingnya. Misalnya, mangga adalah sejenis buah-buahan yang awalnya tidak bernama mangga melainkan dikata dengan “ini dan itu”, bernama mangga karena manusia telah memberikan nama kepada benda tersebut dan akhirnya nama “mangga” diterima oleh umum. Lantas apakah kita tidak dapat mengubahnya? Jelas bisa! Silahkan saja....
Ingat! Kita makhluk Tuhan yang tidak pernah selesai dan pensiun dalam berpikir. Pengetahuan kita pada prinsipnya tak pernah selesai dan relatif. Tidakkah jelas bagi kita mengapa rasio tetap bertahan sampai hari ini. Karena, rasio bertahan atas adanya kritik rasio. Terus dan seterusnya...