Sabtu, 27 September 2014

Manusia vs Tuhan




Dengan keterbatasan alami manusia, kita sadar bahwa ilmu pengetahuan bukan segala-galanya; ia hanya serpihan-serpihan kecil dan memang ilmu pengetahuan tidak pernah lengkap. Yang bisa kita lakukan adalah merangkai serpihan yang terserak aebagai tambahan untuk membuat mereka menjadi satu kessatuan sebagai sebuah sistem.
Cukup dikatakan bahwa umat manusia hingga detik ini, sebagian besarnya adalah peribadatan terhadap berhala, mulai dari berhala primitive yang terbuat dari tanah liat dan kayu hingga berhala modern berupa Negara, pemimpin, produksi dan konsumsi yang dikuduskan layaknya Tuhan.
Manusia bisa menantang Tuhan, sebagaimana Tuhan bisa menentang manusia, karena diatas keduanya ada prinsip dan norma. Seperti akan kita lihat, semakin manusia terbuka, akan semakin membebaskan dirinya dari keunggulan Tuhan, dan dia semakin menjadi Tuhan. Kekuasaan mutlak Tuhan di imbangi ole ide bahwa manusia adalah saingan tuhan yang potential.
Manusia bisa menjadi Tuhan hanya jika dia bisa makan dari pohon pengetahuan dan buah dari pohon kehidupan.
Ø  Buah dari pohon pengetahuan memberi manusia kebijaksanaan Tuhan.
Ø  Buah dari pohon kehidupan bisa memberi kekekalan.
Ketika Maimonides mendiskusikan konsep ketuhanan kepada orang yang tidak berpikiran sederhana, dia menyimpulkan bahwa “anda harus memahami bahwa tuhan tidak mempunyai sifat pokok dalam bentuk apapun atau dalam rasa apapun, dan penolakan pada kemiripan menyebabkan bahwa Tuhan adalah satu.
Untuk mengetahui apa itu Tuhan kita harus tahu dulu apa saja yang bukan Tuhan. Tuhan, sebagai nilai dan tujuan terluhur, bukanlah manusia, Negara, lembaga dan alam. Pengakuan “mencintai Tuhan”, “mengikuti Tuhan” dan “saya ingin menjadi seperti Tuhan”- merupakan arti dari “tidak mencintai, mengikuti atau meniru berhala”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar