Kamis, 26 November 2015

Ketika Akal Membeo dan Membisu

Kehadiran tulisan pendek  ini ingin menjelaskan mengapa kebenaran harus di tangguhkan atau mengapa kebenaran absolut itu tidak ada dan sesuatu yang ada hanyalah kebeluman yang terus-menerus.
***
Sejatinya kekuatan terbesar manusia adalah akal. Moralitas tanpa agama, akal dapat mewujudkannya. Di sisi lain akal tidak hanya mampu mewujudkan moralitas (baik dan buruk) dalam kehidupan manusia akan tetapi akal acapkali menakutkan pemiliknya. Ketidakselarasan antara isi pokok pikiran dengan realitas sering kali mewujud delima yang cukup besar.
Akal berjalan tanpa ada batas tempuh atau titik final. Keunikannya terletak pada sikap keragu-raguan yang tidak ada obatnya. Kesimpulan hanyalah tempat istirahat akal yang sedang lelah. Hal ini tergambar jelas dalam album waktu bernama sejarahnya manusia.  Dokumentasi hidup manusia tidak ada yang bersifat clear.
Realitas, baik diri manusia sebagai individu dan sesuatu yang ada di luar dirinya merupakan problem yang tak pernah usai, meskipun sudah banyak realitas yang di sentuh dan ternamai (baca: di beri nama) bukan berarti sudah tidak ada lagi realitas yang tersembunyi. Karena realitas pada dasarnya selalu menyimpan sesuatu yang asing bagi manusia. Jika sesuatu yang asing itu belum pernah kita jumpai, bukan berarti ia tidak ada. Sesuatu yang asing itu ada, namun masih dalam pusaran waktu yang panjang untuk dapat di ungkap eksistensinya. Umur manusia kurang memadai untuk menyingkap, mengungkap dan mencerabut banyaknya mesteri yang ada pada/dalam realitas.
Akal sebangai ciptaan Tuhan yang menjadi anugrah terbesar manusia tidak berada dalam kondisi yang bisu. Proses atau cara nalarnya tidak dapat melepaskan bahasa sebagai medium untuk terus melangkah dan menemukan sesuatu yang misteri dalam realitas itu sendiri.
Secara fundamental gerak laju akal tidak dapat di lepaskan dari bahasa. Kritik, pernyataan dan pertanyaan serta kesimpulan yang dimunculkan oleh akal hadir karena bahasa. Gerak-gerik akal itu memancarkan bahasa dan berhenti karena keterbatasan bahasa.
Akal itu tidak akan pernah bisu selama kata-kata yang akan menjadi bahasa sebagai medium masih ada. Kebisuan akal hanyalah terletak pada keterbatasan kata-kata untuk disatukan menjadi bahasa.

27 November 2015

Mohammad Ishak Maulana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar